Instruksi Mendagri Tito Karnavian Disebut-sebut Hendak Sasar Anies Baswedan

- 22 November 2020, 16:11 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. //Hafidz Mubarak A//ANTARA FOTO

 

JURNALGAYA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai saat munculnya instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmen) Nomor 6 Tahun 2020, soal ‘ancaman’ pemberhentian kepala daerah dalam penegakan protokol kesehatan, terkesan tendensius dan politis.

Bahkan instruksi Mendagri itu melampaui kewenangannya. Menurutnya, hal itu berpotensi menjadi preseden yang mengancam kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

HNW menjelaskan, timing keluarnya instruksi berdekatan dengan momentum massa Habib Rizieq Shihab (HRS) maupun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mengindikasikan kuatnya tendensi politis.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Bahkan instruksi tersebut tak sekedar teguran soal kerumunan massa dikaitkan dengan ketaatan melaksanakan prokes terkait covid-19 semata.

“Sudah banyak kerumunan di berbagai provinsi terkait demonstrasi menolak RUU Omnibus Law Ciptakerja, pengajian/peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, apalagi terkait Pilkada baik pendaftaran maupun kampanye. Bawaslu malah mencatat adanya 1315 pelanggaran. Tapi tidak dari dulu instruksi Mendagri itu dikeluarkan, padahal masalahnya ada dan keperluannya juga ada,” ujarnya melalui siaran persnya, dikutip Minggu 22 November 2020.

HNW mengatakan, Instruksi yang tidak memenuhi rasa keadilan apalagi ditambahi dengan ancaman yang tendensius, berpotensi menjadi preseden yang menghidupkan praktek otoritarianisme yang tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung keadilan.

Baca Juga: Link Live Streaming MotoGP Portugal 2020, Perebutkan Kontraktor Terbaik dan Runner-Up

“Ancaman pemberhentian kepala daerah melalui Instruksi Menteri, tak sesuai dengan ketentuan dasar dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini berimplikasi kepada hak rakyat yang secara langsung memilih pemimpinnya, baik presiden maupun kepala daerah (gubernur dan walikota serta bupati),” ujarnya.

HNW menjelaskan UU Pemerintah Daerah (UU Pemda) mengatur mengenai pemberhentian kepala daerah, tetapi prosesnya tidak bisa dilakukan secara semena-mena. Proses pemberhentian harus dilakukan dengan alasan yang jelas sesuai ketentuan tersebut.

“Menteri Dalam Negeri tidak bisa begitu saja melakukan ancaman pemberhentian kepala daerah. Ini bukan di era orde baru. Sekarang Kepala Daerah, termasuk Gubernur DKI, dipilih langsung oleh rakyat,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan bahwa beberapa pasal dalam UU Pemda yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri tersebut juga memberi persyaratan yang sangat ketat.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Instruksi Menteri itu menjadi tendensius, karena tidak utuh merujuk kepada ayat-ayat UU Pemda secara komprehensif. Misalnya, seperti soal pemberhentian kepala daerah karena melanggar sumpah atau janji jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang ditekankan dalam Instruksi Mendagri tersebut.

“Pemberhentian kepala daerah dengan dua alasan itu harus melewati proses di DPRD dan harus melalui putusan Mahkamah Agung. Syaratnya sangat ketat dan sesuai dengan prinsip negara hukum yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Dan syarat itu hampir sama seperti bila melakukan impeachment Presiden,” tambah politisi PKS ini.

Namun sayangnya, lanjut HNW, Instruksi Mendagri itu luput memasukan syarat pemberhentian yang sangat ketat dalam Pasal 80 UU Pemda itu ke dalam Instruksi Mendagri.

“Yang dikutip hanya ketentuan Pasal 78 UU Pemda, seharusnya dikutip juga Pasal 80 terkait syarat pemberhentian yang sangat ketat dan tidak boleh dilakukan secara semena-mena itu,” ujarnya.

Baca Juga: Juru Bicara JK: Kebohongan Ferdinand Hutahaean Bangun Kebohongan Berantai Para Buzzer

HNW pun menyatakan suara konstituennya di Jakarta yang menilai ada kesan bahwa Instruksi Mendagri itu hanya bersifat politis dan hanya menyasar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penyelenggaraan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kediaman Habib Rizieq Shihab.

Ia meminta pemerintah perlu menghilangkan kesan tendensius yang timbul tersebut.

“Jangan sampai instruksi ini benar-benar jadi pintu politis nan tendensius, yang tak sesuai dengan prinsip Negara Hukum yang akui Kedaulatan Rakyat. Harusnya Instruksi itu, apalagi bila benar itu juga perintah dari Presiden Jokowi, semestinya yang menguatkan praktek negara hukum yang adil, serta negara demokrasi yang kuatkan kedaulatan Rakyat, juga menguatkan komitmen bersama untuk atasi darurat kesehatan nasional, pandemi covid-19. Bukan tendensius untuk memenuhi titipan kepentingan politik jangka pendek semata,” tukasnya.

Baca Juga: Sembuhkan Donald Trump dari Covid-19, Obat Antibodi Regeneron Kini Bebas untuk Umum

Meski begitu, HNW mengaku secara prinsip sepakat dengan Instruksi Mendagri untuk mengingatkan kembali pentingnya penegakan protokol kesehatan di semua daerah oleh semua kepala daerah.

Namun, seharusnya instruksi tersebut juga didahului dengan adanya komitmen hadirnya keteladanan dari Presiden dan para Menteri berdisiplin tegakkan protokol kesehatan atasi covid-19.

“Dan tidak perlu disertai dengan ancaman pemberhentian yang malah membikin gaduh, pecah konsentrasi atasi covid-19, karenanya kontraproduktif, tendensius dan terkesan politis,” pungkasnya.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x